Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Sunarso mengungkap bahwa partisipasi ekonomi perempuan di Indonesia terbilang rendah. Di mana angkatan kerja perempuan hanya tercatat sebesar 53% selama lebih dari dua dekade. Jumlah tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki yang mencapai 85%.
“Yang lebih buruk lagi, perempuan dalam angkatan kerja, karena berbagai alasan terkait gender, sebagian besar didorong untuk terlibat dalam sektor atau bisnis dengan produktivitas rendah,” ungkap Sunarso dikutip dari weforum.org, Rabu (17/1/2024).
Selain itu lanjut Sunarso, hanya sekitar 60% pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) perempuan yang ada di Indonesia. Akses yang rendah terhadap kredit dan pasar pun turut menghambat pertumbuhan mereka.
Di sisi lain, sebagian besar lembaga keuangan formal mengabaikan segmen ini karena persepsi peningkatan risiko yang disebabkan oleh kurangnya keahlian bisnis, ketidakstabilan pendapatan, biaya layanan, kurangnya riwayat kredit, sebagian besar transaksi berbasis uang tunai, dan kurangnya agunan.
“Akses terhadap layanan keuangan sangat penting bagi masyarakat kurang mampu dan kurang terlayani. Pembiayaan dengan harga terjangkau bisa menjadi katalis untuk meningkatkan skala usaha mereka dan meningkatkan peluang untuk menaiki tangga kelas ekonomi yang sulit dicapai,” tambah dia.
Untuk itu dalam mendorong peran perempuan dan memberikan akses layanan keuangan, BRI meluncurkan inisiatif Mekaar (Membina Perekonomian Keluarga Sejahtera) pada 2015.
Sunarso menjelaskan, dengan meniru model lembaga keuangan mikro Grameen Bank di Bangladesh, Mekaar menerapkan pendekatan unik terhadap kelompok perempuan dengan pemberian pinjaman, tabungan, dan program pemberdayaan.
“Dioperasikan di bawah lembaga keuangan mikro milik negara PT Permodalan Nasional Madani (PNM), Mekaar didedikasikan untuk peminjam perempuan, yang secara statistik menunjukkan tingkat pembayaran kembali yang lebih tinggi dan tanggung jawab keuangan yang lebih besar, dengan fokus utama pada kebutuhan keluarga dan masa depan anak-anak,” ungkap Sunarso.
Sunarso memaparkan bahwa pinjaman kelompok masih merupakan metode yang paling umum dan paling berhasil dalam menyalurkan pembiayaan kepada perempuan kurang mampu di masyarakat pedesaan. Adapun karakteristik model pinjaman kelompok adalah membangun modal sosial dan mengandalkan jaminan sosial dari tanggung jawab bersama para anggota
Menurut dia, metodologi terbukti berhasil dalam memberikan pinjaman kepada masyarakat yang kurang terlayani dan mengentaskan kemiskinan di negara-negara berkembang.
“Studi tentang Mekaar membuktikan dampak positifnya terhadap anggota kelompok di berbagai dimensi. Mekaar meningkatkan kemampuan anggotanya dalam menghasilkan pendapatan dan keuntungan, memberikan stabilitas keuangan yang lebih baik, mengurangi kerentanan terhadap guncangan eksternal, dan harapan terhadap keberlangsungan bisnis,” papar dia.
Diketahui survei BRI Research Institute pada 2023 menyebut sebanyak 60,85% peminjam Mekaar mampu meningkatkan pendapatannya dan 48,35% di antaranya mengalami peningkatan aset setelah menerima pembiayaan. Mereka juga mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan memenuhi kebutuhan dasar rumah tangga, termasuk pangan, pendidikan, akses terhadap listrik, dan kepemilikan aset.
“Mekaar juga memfasilitasi akses terhadap bahan baku, memperluas saluran distribusi. dan memperkenalkan platform digital kepada anggota melalui inisiatif pemberdayaan. Selain itu, program ini menanamkan anggota untuk meningkatkan kepercayaan diri dan kapasitas pengambilan keputusan,” pungkas Sunarso.