Orang Terkaya RI Ini Ternyata Bolak-balik Gunung Kawi

Orang Terkaya RI Ini Ternyata Bolak-balik Gunung Kawi


Dunia bisnis kerap kali tidak hanya memperhitungkan angka dan data ekonomi, tetapi juga menyangkut hal spiritual. Karena itu, tak jarang ditemui pengusaha yang mendatangi tempat keramat atau menemui ‘orang pintar’ supaya bisnisnya berhasil.

Praktik-praktik spiritual seperti itu ternyata juga pernah dilakoni oleh pendiri Salim Group, Sudono Salim alias Liem Sioe Liong. Pendiri perusahaan besar seperti BCA, Indocement dan Indofood ini disebut sering bolak-balik ke Gunung Kawi untuk bertemu guru spiritual supaya lancar dalam berbisnis.

Cerita Salim berkunjung ke Gunung Kawi salah satunya terjadi ketika dirinya menunjuk Mochtar Riady untuk mengembangkan bisnisnya, Bank BCA. Kisah kerja sama itu bermula ketika Salim dan Mochtar bertemu di pesawat menuju Hong Kong pada 1975. Selama perjalanan, keduanya terlibat perbincangan ihwal dunia perbankan.

Riady cerita kalau ingin mengembangkan bank baru. Sementara Salim menimpali keinginan itu dengan mengatakan kalau dia kebetulan memang sedang mencari bankir untuk mengurusi tiga banknya, yakni Bank Windu Kencana, Bank Dewa Ruci, dan Bank Central Asia (BCA). Bagi Salim, Riady adalah orang yang tepat.

Alhasil, didorong oleh satu kepentingan serupa keduanya bekerja sama untuk membangun BCA. Di tangan Riady, BCA menjelma menjadi bank swasta terbesar di Indonesia sejak tahun 1980-an hingga sekarang. Seandainya Salim tidak menunjuk Riady, mungkin cerita bakal berbeda.

Menariknya, prediksi BCA bakal cemerlang di tangan Riady sudah sedari awal disadari oleh Salim. Sebab, penunjukan Riady tak serta merta melewati perhitungan bisnis, tetapi juga dari nasehat peramal.

“Sekembalinya dari Gunung Kawi [menemui peramal], dengan keyakinan dia berkata kalau “aku akan menjadi Tang Sheng untuk Mohctar”,” kata Salim dikutip dari Liem Sioe Liong dan Salim Group: Pilar Bisnis Soeharto (2016) karya Richard Borsuk dan Nancy Chng.

Perlu diketahui, Gunung Kawi memang dikenal sebagai tempat yang kerap didatangi orang-orang untuk tujuan mistik, termasuk meminta ramalan dari dukun. Dan Salim punya misi khusus tiap kali ke sana. Dalam paparan Richard dan Nancy, Salim tercatat kerap bolak-balik Surabaya-Gunung Kawi.

Dia rela menempuh perjalanan panjang selama 3 jam lebih. Dia bisa ke sana 3-5 kali dalam setahun khusus untuk berdiam diri di kuil China. Biasanya, dia berkunjung ke sana setiap ingin memulai bisnis besar. Dia bahkan melakukan beberapa ritual khusus.

“Di kuil-kuil tempat dia bersembahyang, Liem sering mengandalkan cara-cara gaib untuk membantunya memutuskan langkah apa yang harus diambil. Salah satu cara yang biasa dipakai adalah menggoyang-goyangkan tabung bambu berisi lidi-lidi dengan tulisan tertentu sampai sebatang lidi kelar, tulisan di lidi itu lalu dibaca dan ditafsirkan oleh rahib atau peramal,” kata Richard dan Nancy.

Tiap kali peramal itu berucap, Salim jelas mempercayainya. Dia tidak ingin salah langkah dan rugi besar jika tidak “nurut” pada peramal. Ternyata, Salim melakukan ini tidak hanya untuk memulai bisnis. Namun, juga untuk meramal bangunan atau suatu tempat. Soal ini, Salim juga ada cerita khusus.

Pada 1968, dia bersama Sudwikatmono, Djuhar Sutanto dan Ibrahim Risjad ingin memulai bisnis. Salim tak mau kantornya berada di ruangan besar dan nyaman, sekalipun dia bisa menyewa atau membelinya. Dia malah ingin memulai bisnis di ruangan kecil-sesak yang terdiri dari satu telepon, satu meja, dan dua kursi tanpa pendingin ruangan.

Berbagai bujukan agar pindah kantor tak digubris oleh Salim. Dia ngotot mempertahankan ruangan itu. Alasannya karena sangat baik dari segi Feng Shui dan sudah dikonsultasikan ke ahli.

Belakangan, kepercayaan itu terbukti. Bisnis Salim bersama teman-temannya itu moncer. Lebih dari itu, berkat upaya melibatkan hal-hal mistik-spiritual, bisnis Salim ke depan makin menggurita. Dia pun bisa kaya raya menjadi orang terkaya Indonesia sepanjang Orde Baru berkuasa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *