Jakarta (Posviral.com) – Asosiasi kendaraan bermotor di Indonesia, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyarankan pemerintah untuk turut memberikan insentif bagi mobil hybrid meski dengan besaran lebih kecil dari insentif untuk mobil listrik murni (Battery Electric Vehicle/BEV).
“Insentifnya (mobil hybrid) tidak perlu disamakan seperti BEV, dibedakan saja, kalau BEV itu misalnya diberikan subsidi PPNBM-nya 10 persen hanya bayar 1 persen, ini tidak perlu, separuhnya misalnya, hybrid 5 persen,” ujar Ketua I Gaikindo Jongkie Sugiarto kepada Posviral.com, Kamis.
Saat ini mobil hybrid dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 6-12 persen. Hal ini berbeda dengan BEV yang mendapatkan beragam fasilitas, mulai dari PPnBM 0 persen hingga PPN ditanggung pemerintah (DTP).
Fasilitas PPN DTP diberikan khusus atas mobil listrik dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal sebesar 40 persen. Adapun besaran PPN DTP yang diberikan sebesar 10 persen.
Baca juga: Insentif pajak mobil tumbuhkan minat untuk beralih ke kendaraan hybrid
Dengan fasilitas ini, PPN yang dikenakan atas penyerahan mobil listrik dengan TKDN minimal 40 persen adalah sebesar 1 persen. Fasilitas PPN DTP diberikan untuk masa pajak Januari hingga Desember 2024.
“Atau setidaknya (mobil hybrid) boleh bebas melintas area ganjil genap, itu kan juga sudah merupakan insentif, jadi industri mobil hybrid ini bisa berkembang,” kata Jongkie.
Meski masih menggunakan separuh tenaga bensin dan listrik, mobil hybrid, menurut Jongkie, lebih efektif untuk digunakan sebagai kendaraan harian masyarakat dengan kondisi saat ini, namun juga tetap memberikan dampak pada pengurangan emisi karbon, mengingat penggunaan BBM mobil hybrid yang minim.
Selain penggunaan bahan bakar yang jauh lebih hemat dibandingkan dengan mobil bermesin pembakaran internal (ICE), Jongkie menyebut mobil hybrid lebih efisien dan andal untuk digunakan masyarakat Indonesia saat ini, sebab tidak memerlukan infrastruktur pendukung seperti BEV.
“Mobil hybrid jelas sudah mengurangi pemakaian bahan bakar, menurunkan polusi, dan tidak memerlukan infrastruktur berupa charging station, bisa membantu percepatan yang Indonesia sudah tanda tangani, Paris Agreement, bisa membantu juga subsidi BBM yang 500 triliun itu, dengan pemakaian BBM-nya menurun dari penggunaan hybrid, kan ini menguntungkan untuk pemerintah,” jelas Jongkie.