Posviral.com, Jakarta – Orang-orang yang berperilaku seperti korban alias playing victim adalah mereka melepaskan kekuasaan dan hak pilihan mereka, membiarkan diri mereka didominasi, dan menyalahkan orang lain ketika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai keinginan mereka, menurut psikolog klinis Monica Vermani, yang berspesialisasi dalam trauma, pelecehan, dan hubungan.
“Disadari atau tidak, mereka mengulangi pola di mana mereka melepaskan kekuasaan dan hak pilihan mereka; membiarkan diri mereka didominasi, diarahkan, dan dibimbing oleh orang lain; dan menyalahkan orang lain ketika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai keinginan mereka,” ucapnya dikutip dari Well+Good, Jumat, 12 April 2024.
Playing victim juga orang yang terus-menerus terlibat dalam drama pertemanan, tetapi menyatakan bahwa mereka tidak pernah memiliki peran apa pun dalam memulai atau melanggengkannya. Atau orang yang suka mengeluh tentang pekerjaan, hubungan, atau keadaan hidup lainnya tetapi tidak mau melakukan apa pun untuk mengubah situasi.
Menurut neuropsikolog Sanam Hafeez, playing victim sering dilakukan untuk mendapatkan simpati, perhatian, atau untuk menghindari tanggung jawab. Orang ini mungkin menginginkan dukungan atau penghindaran akuntabilitas, sehingga mereka menjadi korban baik secara sadar maupun tidak.
Ironisnya, playing victim juga dapat membantu seseorang merasa diberdayakan. “Ini dapat memberikan ilusi bahwa Anda memegang kendali,” kata psikolog Vermani.
Yang pasti, seseorang berperilaku playing victim bukanlah benar-benar korban dari situasi negatif. Faktanya, orang-orang yang benar-benar merespons trauma biasanya memutarbalikkan pengalaman tersebut dan menyalahkan diri mereka sendiri agar tidak terlihat sebagai korban.
“Playing victim adalah metode manipulasi untuk memenuhi kebutuhan seseorang,” kata Amelia Kelly, terapis hubungan khusus trauma. Dia menambahkan bahwa individu playing victim seringkali kesulitan untuk memberdayakan diri dengan cara lain.
Jika Anda merasa berperilaku playing victim, Anda bisa berupaya menghilangkan kecenderungan ini dengan refleksi diri dan perubahan perilaku. Berikut sejumlah hal yang dapat dilakukan menurut para ahli.
1. Identifikasi tanda-tanda playing victim
Psikoedukasi adalah kuncinya. “Langkah pertama dalam pengobatan adalah kesadaran,” kata psikolog Vermani, dan mendesak masyarakat untuk berhati-hati saat mereka cenderung berperan sebagai korban.
“Perhatikan ketika Anda membuat pilihan untuk tidak menerima tanggung jawab atau mengambil pekerjaan pemecahan masalah, atau menyalahkan orang lain,” ucapnya.
Menjadi lebih sadar diri dapat membantu Anda mengidentifikasi rasa tidak aman dan ketakutan sehingga Anda juga dapat mengatasinya secara efektif, menurut neuropsikolog Hafeez.
2. Introspeksi
“Jika Anda merasa diri Anda selalu sempurna dan semua orang selalu berusaha ‘menangkap Anda’, luangkan waktu sejenak untuk introspeksi secara sadar tentang peran Anda dalam dinamika kehidupan Anda sendiri,” kata terapis Kelley.
Apakah ada perubahan yang dapat Anda lakukan untuk meningkatkan kehidupan Anda? “Ingatkan diri Anda akan locus of control internal Anda,” kata Kelley, mengacu pada kemampuan yang kita semua miliki untuk memengaruhi dan membuat perubahan terhadap realitas kita sendiri.
“Tanyakan pada diri Anda, ‘Jika saya benar-benar mengambil tanggung jawab atas situasi, hubungan, masalah ini—bagaimana saya dapat mencoba mempengaruhinya?’” ucapnya.
Jawaban-jawaban yang muncul dapat memberdayakan Anda untuk bertindak, bukan sekadar mengklaim status korban.
3. Membingkai ulang hal-hal negatif sebagai peluang untuk pertumbuhan
Ketika Anda berada dalam situasi negatif dan mulai menyalahkan orang lain atas kemalangan Anda, pertimbangkan bagaimana Anda dapat mengubah hasil buruk tersebut sebagai motivasi untuk berkembang.
Misalnya, jika Anda menyadari bahwa Anda terus-menerus berpikir, “Tidak ada seorang pun yang menyukai saya,” Anda dapat menyesuaikannya dengan, “Saya belum menemukan orang-orang saya,” atau “Mungkin saya akan mendapat manfaat dari membaca lebih banyak tentang cara mencari teman.”
Apa pun kasusnya, intinya bukanlah menghakimi diri sendiri (karena penilaian bisa menjadi kontraproduktif); namun untuk menemukan solusi atas permasalahan yang tidak hanya bergantung pada faktor eksternal.
4. Tingkatkan kepercayaan diri
Semakin Anda merasa percaya diri dengan kemampuan Anda, semakin sedikit Anda akan terbiasa menganggap diri Anda sebagai korban dari keadaan Anda, kata neuropsikolog Hafeez. Beberapa penguat harga diri mencakup hanya berbicara pada diri sendiri seolah-olah Anda sedang berbicara dengan seorang teman dan mengulangi mantra-mantra penegasan seperti “Saya positif”, “Saya positif”. dicintai,” dan “Saya baik hati” di depan wajah Anda sendiri di cermin setiap pagi dan setiap malam sebelum tidur.
5. Ingatkan diri konsekuensi menjadi playing victim
Mengambil tindakan untuk memecahkan masalah Anda atau memperbaiki kehidupan Anda sendiri mungkin terasa tidak diinginkan, terutama setelah menikmati kenyamanan ilusi yang dapat ditimbulkan dari berperan seolah menjadi korban. Jadi, psikolog Vermani merekomendasikan untuk mengingatkan diri sendiri bahwa ketika Anda tidak mengambil tindakan dan memilih untuk menyalahkan atau mempermalukan orang lain, Anda juga melepaskan kekuatan diri sendiri.
6. Tetapkan tujuan yang realistis
Mengubah pola pikir Anda sepenuhnya dan menghilangkan mentalitas korban yang sudah Anda pegang selama beberapa waktu bisa terasa menakutkan, jadi cobalah untuk tidak memberikan terlalu banyak tekanan pada diri Anda sendiri.
“Membebaskan diri dari pola bermain sebagai korban bisa menjadi perjalanan transformatif yang membutuhkan refleksi diri dan komitmen,” kata neuropsikolog Hafeez.
Dengan mengingat hal itu, dia mendorong untuk menetapkan tujuan-tujuan kecil di sepanjang jalan dan merayakan kemajuan apa pun ketika Anda mencapainya. Misalnya, mungkin tidak pernah lagi berperan sebagai korban merupakan tujuan yang terlalu muluk-muluk sejak awal.
7. Carilah dukungan dari para profesional dan orang-orang terkasih
Sama seperti Anda menyarankan seorang teman yang terus-menerus berperilaku playing victim untuk mencari dukungan kesehatan mental, Anda juga bisa mendapatkan manfaat dari bekerja sama dengan terapis untuk melepaskan diri dari mentalitas korban dan berhubungan kembali dengan diri Anda sendiri, kata psikolog Vermani.
Secara khusus, pertimbangkan untuk mencari terapis yang mempraktikkan terapi realitas, yaitu suatu bentuk terapi perilaku kognitif (CBT) yang berfokus pada perubahan perilaku Anda untuk mendapatkan apa yang Anda inginkan.
Teman, keluarga, dan orang-orang terkasih lainnya dapat menjadi orang yang memberikan dukungan tambahan saat Anda menjalani proses ini. Jika Anda memberi tahu mereka bahwa Anda ingin melepaskan kebiasaan perilaku playing victim, mereka dapat membantu Anda menentukan kapan tepatnya Anda berperan sebagai korban dan menawarkan ide untuk pemecahan masalah yang produktif (dibandingkan menyalahkan).
WELL + GOOD
Halo Sahabat VIRAL, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram VIRAL