Peran Penting Holding UMi dalam Mendorong Indonesia Emas 2045

Peran Penting Holding UMi dalam Mendorong Indonesia Emas 2045


Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyebut ada tiga aspek yang bisa mensukseskan bisnis UMKM agar dapat naik kelas dan berkelanjutan. Di antaranya aspek accessibility dengan biaya operasi yang murah, aspek permodalan dan penjaminan, serta aspek akses kompetensi melalui pemberdayaan.Tiga aspek tersebut merupakan konsep yang diusung PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Pegadaian, dan Permodalan Nasional Madani (PNM) dalam integrasi Holding Ultra Mikro (UMi). Tak ayal, sampai saat ini terdaftar sebanyak lebih dari 45 juta pelaku ultra mikro yang menerima manfaat serta berpotensi untuk naik kelas.Kartika pun memandang pentingnya memperkuat ketiga aspek tersebut dengan menjangkau pelaku usaha yang jauh lebih kecil, bahkan yang selama ini termasuk dalam kategori belum layak mendapatkan kredit sekalipun. Sebab, meningkatnya jumlah pekerja baru di tengah lonjakan populasi masih menjadi tantangan seiring target Indonesia emas 2045.

“Dalam 10 tahun ke depan, ini mungkin masih ada 35 sampai 45 juta lagi untuk masuk ke pengusaha yang mulai di level pra sejahtera atau pra layak kredit. Perlu untuk memberikan akses ke finansial, memberikan kemampuan berusaha, dan akses ke penjaminan pemerintah. Nah isunya setelah beberapa tahun ini kita masuk ke layer lebih bawah, lebih less bankable lagi dan smaller size. Jadi membutuhkan jangkauan lebih dalam, cost lebih murah, dan penjaminan lebih luas,” terang Kartika dalam acara Diskusi Taman yang digelar BRI Research Institute pada 12 Januari 2023 dengan mengangkat tema “How Ultra Micro Holding Connects Finance to Millions in Indonesia”.

Kartika mamaparkan, dalam upaya menurunkan biaya operasional (operating cost), Holding UMi bisa memanfaatkan jaringan agen seperti AgenBRILink milik BRI, Kelompok Mekaar milik PNM, dan sebagainya di setiap pelosok desa agar secara accessibility lebih dekat, murah, dan mudah dibanding menuju kantor cabang.

Di sisi lain, penerapan konsep hybrid bank dengan digitalisasi akan memangkas servicing cost yang selama ini lebih mahal daripada bunga dan pinjaman yang didapat pelaku usaha.

“Masyarakat kalau ke cabang atau unit perjalanan jauh, tapi agen depan rumahnya ada. Nah sekarang transaksi kita dipindahkan mulai dari pencairan kredit, pembayaran cicilan kredit, transaksi semua di agen,” ucap Kartika.

Sementara itu fungsi kantor cabang/unit akan dialihkan untuk memperkuat aspek kedua yakni pembinaan dan pemberdayaan pelaku usaha. Di tempat ini akan menjadi pusat kursus-kursus, ruang diskusi, serta community center para pelaku usaha untuk mendapatkan kompetensi terkait cara mengembangkan usahanya agar semakin naik kelas.

“Penting supaya masyarakat punya kompetensi berusaha dengan benar, mulai dari bagaimana packaging produk, logistik, mengelola keuangannya. Tidak bisa hanya dikasih uang, dikasih penjaminan, tapi perlu dibina juga supaya mereka tahu gimana cara berusaha dan mengelola cash flow-nya dengan benar. Pembinaan ini kita perkuat agar mereka bisa naik kelas, dari yang tadinya hanya pinjam 2,5 juta, suatu hari bisa naik jadi mikro, retail bahkan menengah,” lanjutnya.

Adapun yang tak kalah penting yakni memperluas penjaminan dari permodalan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang selama ini diberikan pemerintah.

Kartika memandang perlu keberanian bank untuk memberikan KUR hingga ke level pemula yang belum bankable dan memiliki banyak pengalaman sekalipun. Untuk itu, pemerintah saat ini tengah mencari mekanisme penjaminan awal dengan harapan pelaku usaha tersebut bisa bertahap naik ke level berikutnya.

“Usulan kita ke pemerintah, kita perluas dan menambah jaminan ini supaya masyarakat bisa masuk ke sistem dengan dijamin pemerintah dulu. Tidak harus selamanya, harapannya dua cycle (siklus) sekiranya dia macet, pemerintah yang menalangi dari asuransi melalui KUR, kemudian cycle ketiganya dia (bisa) masuk ke commercial. Nah kita lagi men-define bagaimana mekanisme penjaminan ini dari ultra mikro ke mikro atau bahkan ke retail,” tambah Kartika.

Menurut Kartika, upaya ini jika dilakukan secara konsisten selama dekade ke depan berpotensi menambah 30-40 juta pelaku usaha ke dalam sistem hingga menciptakan 80 juta pekerjaan di masa depan. Holding UMi pun bisa menjadi engine untuk mendorong kemakmuran masyarakat di level rural secara masif.

“Masyarakat pun semakin sejahtera dalam menyongsong Indonesia emas 2045,” kata dia.

Diketahui, Holding UMi menargetkan melayani masyarakat yang belum punya akses ke layanan keuangan formal (unbankable) hingga 45 juta hingga 2024. Adapun jumlah debitur Holding UMi juga terus meningkat.

Per September 2023, jumlah debitur holding ini mencapai 36,6 juta atau tumbuh 22% dari posisi September 2021. Artinya BRI, Pegadaian, dan PNM masih akan menjaring 8,4 juta debitur ultra mikro baru hingga 2024.

Total oustanding kredit holding ultra mikro mencapai Rp 590,7 triliun per akhir September 2023 atau tumbuh 11,6% secara tahunan. Angka tersebut meningkat 27,38% apabila dibandingkan dengan periode awal pembentukan holding.

Rinciannya, kontribusi kredit mikro BRI selaku induk holding mencapai Rp 479,9 triliun, atau naik 10,9% secara tahunan dengan 14,2 juta debitur. Adapun porsi kredit Pegadaian mencapai Rp 65,6 triliun, atau meningkat 17,3% dengan jumlah peminjam sebanyak 7,4 juta. Sedangkan pembiayaan PNM mencapai Rp 45,3 triliun, atau tumbuh 14,3% dengan 15 juta debitur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *